Jumat, 16 Desember 2011

ONE VILLAGE ONE PRODUCT


ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)


One Village One product (OVOP) atau satu desa satu produk adalah pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah unuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah denga memanfatkan sumber daya lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud dapat dperluas menjadi kecamatan, kabupaten/kota, maupun kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan potensi dan skala usaha secara ekonomis.
One Village One Product Movement (Gerakan OVOP) pertama kali dicetuskan oleh Morihiko Hiramatsu saat menjabat sebagai Gubernur Prefektur Oita di timur laut Pulau Kyushu. Masa jabatannya di Oita selama 6 periode (1979-2003) benar-benar digunakan untuk mengentaskan kemiskinan warganya dengan menerapkan konsepsi pembangunan wilayah hasil buah pikirannya itu.

TUJUAN OVOP

Untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal, dari sumber daya, yang bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, memiliki image dan daya saing yang tinggi.
Tujuan Pengembangan Produk Unggulan Daerah Melalui Pendekatan OVOP
1.      Mengembangkan produk unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun internasional.
2.      Mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri (impor)
3.      Khusus kegiatan OVOP yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam mengembangkanOVOP harus melalui Koperasi dan UKM, serta Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
KRITERIA PRODUK

1.      Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah
2.      Unik khas budaya dan keaslian lokal
3.      Berpotensi pasar domestik dan ekspor
4.      Bermutu dan berpenampilan baik
5.      Diproduksi secara kontinyu dan konsisten

LINGKUP PRODUK

1.      Produk makanan olahan berbasis hasil pertanian dan perkebunan
2.      Produk aneka minuman dari hasil pengolahan hasil pertanian dan perkebunan
3.      Produk hasil tenun atau konveksi khas masyarakat lokal
4.      Produk kebutuhan rumah tangga termasuk produk dekoratif atau interior
5.      Produk barang seni dankerajinan termasuk produk cinderamata
6.      Produk herbal dan minyak atsiri khas masyarakat lokal

Di Indonesia sendiri, program pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah dengan pendekatan OVOP baru dimulai sejak keluarnya Inpres Nomor 6 Tahun 2007, yang menugaskan Kementerian Koperasi dan  Usaha Kecil dan Menengah (UKM)  untuk mengembangan sector ini melalui pendekatan OVOP.  Bahkan pada tanggal 14 November 2009 bertempat di Nusa Dua Bali, Wakil Presiden Budiono, mencanangkan OVOP sebagai gerakan nasional. 
  Konsep One Village One Product atau satu desa satu produk merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumberdaya local, atau dengan kata lain, konsep OVOP ini merupakan salah satu pendekatan menuju clusterisasi produk-produk unggulan yang berskala mikro, kecil, dan menengah agar dapat berkembang dan mengakses pasar secara lebih luas, baik local, domestic, dan luar negeri.
Meskipun kampanye dan gerakan OVOP lebih banyak dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, di bidang pendidikan khususnya pendidikan nonformal dan informal, gagasan ini juga sudah mulai diadopsi untuk dijadikan sebuah model inovatif yang dapat dijadikan kerangka konsep dan rujukan untuk menjadikan OVOP sebagai pendekatan baru pemberdayaan masyarakat melalui program-program PNFI, khususnya jenis-jenis program  seperti pendidikan kecakapan hidup (PKH atau life skills). Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Pusat Kegiatan Belajar Pendidikan Nonformal (PKB-PNF) Provinsi Sulawesi Tengah, melalui suatu kegiatan “Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi untuk Mendorong Usaha Keluarga menuju One Village One Product”  
Apa yang dilakukan oleh PKB-PNFI Provinsi Sulawesi Tengah adalah hal yang menarik untuk dicermati, selain karena gagasan ini merupakan pendekatan baru di bidang PNFI, yang mencoba untuk mendesain pembelajaran vokasional melalui pedekatan keunggulan potensi local wilayah dengan “sapu ijuk” sebagai pilihan  produk unggulannyanya, juga menarik untuk dilihat seberapa jauh pendekatan ini memberikan manfaat terhadap masyarakat terkait dengan peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan/taraf hidup, yang pada akhirnya akan melahirkan konsep baku memberdayaan masyarakat melalui program PNFI dengan pendekatan OVOP.
Sebagai sebuah model yang diharapkan mengandung gagasan yang inovatif, penyelenggaraan pendidikan vokasi dengan basis rumah tangga dalam suatu kawasan ikatan kekerabatan keluarga dengan pendekatan OVOP.  Keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh bagaimana desain awal model itu dibangun, kerangka konsepnya seperti apa, serta model ini dibuat untuk menjawab apa.
Meskipun tidak diuraikan dengan jelas, secara garis besar model yang dikembangan oleh PKB PNFI Sulawesi Tengah berangkat dari kenyataan bahwa pelaksanaan pendidikan vokasional oleh lembaga PNF masih belum mengedepankan potensi sumber daya local suatu daerah (desa), baik dari sisi sumberdaya manusianya, kelembagaannya, maupun sumberdaya alamnya, sehingga sebagian besar program-program pendidikan vokasional berujung pada kegagalan, tidak kontinyu, yang pada akhirnya tidak mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai outcome dan impact yang diharapkan dari penyelenggaraan program. Tidak dapat dipungkiri, bahwa program-program seperti KWK, KWD, KPP, KBU, dan program lainnya yang selama ini dilaksanakan, belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan pengangguran, kemiskinan, dan peningkatan kesejaheraan masyarakat. Hal-hal seperti inilah yang berusaha untuk diselesaikan melalui model ini. 
Jika dalam sebuah daerah memiliki produk unggulan maka dan didukung oleh pemerintah maka akan memiliki daya saing dan potensi untuk berkembang lebih baik. Usaha kecil yang menjadi tulang punggung pengembangan OVOP menjadi ikut berkembang. Selain itu OVOP akan membantu menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal berdasarkan potensi sumberdaya yang ada, bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Jika di tiap wilayah sudah tercipta satu produk yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi, tinggal pihak pemerintah memberikan bantuan penyediaan pasar dan membantu dalam hal modal serta bantuan lain dalam masalah teknis dan manajemen. OVOP pada dasarnya merupakan pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah yang patut diseriusi untuk meningkatkan kesejahteraab bangsa.




Konsep Dasar dan Prinsip-prinsip dalam Pelaksanaan One Village One Product (OVOP)

Konsep One Village One Product (OVOP) adalah suatu gerakan revitalisasi daerah, untuk mengembangkan potensi asli daerah supaya mampu bersaing di tingkat global. OVOP akan disesuaikan dengan kompetensi daerah, di mana akan dipilih produk unggulan yang unik dan khas di daerah tersebut untuk menjadi produk kelas global. (www.suarakarya-online.com). Konsep OVOP dalam pelaksanaannya mempunyai tiga prinsip yang harus dimilki oleh daerah-daerah maupun negara yang akan menerapkan konsep ovop untuk mengembangkan produk-produk unggulan lokal yang dimiliki oleh daerah maupun negaranya, prinsip tersebut diantaranya:
1.      Pikiran secara Global, Kegiatan secara Lokal Semakin lokal berarti semakin global. Maksudnya, komoditas yang bersifat lokal ternyata bisa menjadi komoditas yang internasional. Biasanya orang menilai bahwa komoditas lokal tidak mempunyai sifat universal, dan komoditas internasional mempunyai sifat kosmopolitan. Pada nyatanya bukan demikian. Sebaliknya, makin tinggi keaslian dan kekhasan lokal suatu daerah, semakin tinggi pula nilai dan perhatiaan secara internasional terhadap daerah tersebut. Namun, komoditas lokal itu sendiri harus dipatenkan dan mutunya harus ditingkatkan setinggi mungkin. Dengan usaha ini, komoditas lokal baru bisa mendapat penilaian dunia dan dapat dipasarkan dipasar secara global.
2.      Usaha Mandiri dengan Inisiatif dan Kreativitas, pada umumnya, suatu gerakan yang dicanangkan dari tingkat atas sulit dijalankan dan berkelanjutan. Jika memakai uang atau dana swadaya, terpaksa usaha tersebut harus bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Apa yang akan dilaksanakan oleh daerah masing-masing diserahkan kepada daerah-daerah tersebut. Penerapan OVOP pada umumnya berdasarkan inisiatif masyarakat lokal, oleh sebab itu banyak yang tidak berhasil. Namun yang penting adalah keinginan yang berdasarkan inisiatif masyarakat. “Satu desa satu produk” merupakan sebuah istilah. Namun secara implementasi satu desa diperkenankan menghasilkan tiga produk, ataupun dapat pula dua desa satu produk. Sedangkan fungsi pemerintah, hanya berfungsi sebagai pembantu secara tidak langsung atau sebagai fasilitator.
3.      Perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM), artinya suatu daerah yang berhasil, akan selalu mempunyai “local leader” yang bagus. Jika daerah ingin membuat sesuatu yang bagus dalam skala besar atau nasional, dapat memanfaatkan penanaman modal besar dari luar daerah. Namun, ada pula daerah yang tidak mengikuti cara ini. Daerah tersebut, berusaha memperhatikan sekaligus meningkatkan keaslian dan kekhasan lokal. Masyarakat bergerak dengan inisiatif dan kreativitas mereka sendiri, dengan pertanggungjawaban sendiri. Dengan cara ini, OVOP dapat berjalan dan berkelanjutan. Pemodal besar berkepentingan untuk mencapai hasil dengan cepat, namun mereka juga akan cepat lari jika tidak berhasil. Anda harus berpikir siapa yang bertanggungjawab terhadap pembangunan daerah setempat.



Gerakan OVOP telah diperkenalkan dan diaplikasikan secara meluas di seluruh dunia. Beberapa contoh kegiatan yang mengadaptasi konsep OVOP tampak dalam tabel berikut:
 
No.
Kegiatan
Negara
Contoh Produk
1
One Factory One Product
China
Kerajinan kayu
2
One Barangay One Product
Philipina
-
3
Satu Kampung Satu Produk Movement
Malaysia
-
4
One Tambon One Product Movement
Thailand
hasil laut
5
One Village One Product a Day
USA
-
6
One Village One Product
Malawi
jamur


Konsep One Village One Product (OVOP) melalui Peran Triple Helix sebagai Strategi Penguatan Produk Lokal

OVOP sendiri dapat menjadi bagian dari penjabaran konsep ekonomi kerekyatan, dimana ekonomi kerakyatan sendiri adalah sistem ekonomi yang menekankankan pada dimensi keadilan dalam penguasaan sumberdaya ekonomi, proses produksi dan konsumsi. Dalam ekonomi kerakyatan ini kemakmuran rakyat lebih diutamakan daripada kemakmuran orang per orang. Konsep pengembangan ekonomi kerakyatan diterjemahkan dalam bentuk program operasional berbasiskan ekonomi domestik pada tingkat kabupaten dan kota dengan tingkat kemandirian yang tinggi. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan pada era otonomisasi saat ini tidak harus ditejemahkan dalam perspektif territorial. Tapi sebaiknya dikembangkan dalam perspektif ‘regionalisasi’ di mana di dalamnya terintegrasi kesatuan potensi, keunggulan, peluang, dan karakter sosial budaya (Benu, 2002). Wujud dari ekonomi kerakyatan ini adalah lahirnya UKM-UKM dan juga koperasi sebagai pilar pembangunan ekonomi di Indonesia. Penguatan pilar-pilar ini tentu merupakan sebuah keharusan demi tercapainya tujuan dasar dari prinsip ekonomi kerakyatan. Dan konsep One Village One Product (OVOP) dapat menjadi kebijakan dalam penguatan pilar ekonomi kerakyatan ini.
Triple Helix merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan peran serta dan kerja sama tiga elemen pembangunan yaitu pemerintah, pengusaha, dan intelektual (Abiyoso, 2008, h.1). Triple helix, terkesan merupakan sebuah istilah baru, padahal istilah ini sudah cukup lama berkembang. Namun konsep ini kurang populer jika dibandungkan konsep lain dalam terminologi administratsi publik, seperti misalnya good governance. Serupa dengan good governance, yang menitikberatkan pada tiga sektor, namun perbedaannya terletak pada sektor terakhir yaitu masyarakat, namun pada triple helix sektor yang terakhir yaitu intelektual. Konsep triple helix menganggap masyarakat sebagai objek (Abiyoso, 2008, h.1). Konsep Triple Helix ini, dalam menerapkan One Village One Product (OVOP) merupakan elemen stakeholder yang mencakup semua sektor dan memiliki keterkaitan yang saling menunjang dalam melaksanakan OVOP.
Sebagaimana istilah “triple helix” dimana dalam mengembangkan OVOP diperlukan peran tiga pihak yaitu pemerintah, swasta dan intelektual yang wajib menopang usaha kecil menengah (UKM). Setiap potensi yang dimilki oleh UKM difasilitasi oleh pemerintah, didorong bisnis dan kewirausahaannya oleh pihak swasta dan diciptakan mekanisme yang lebih baik dalam menghasilkan serta meningkatkan kualitas produk oleh pihak intelektual sehingga produk-produk lokal Indonesia dapat lebih dikenal, dipercaya dan dipilih oleh masyarakat (Ayip, 2008). Secara berkesinambungan diperlukan peran triple helix untuk mendukung perkembangan UKM tersebut. Dari UKM sendiri, agar terus dapat eksis dan mampu meningkatkan daya saing produk-produk mereka dalam perdagangan pasar nasional maupun pasar internasional, UKM perlu memiliki jejaring dengan sesama UKM yang terkluster sesuai bidang geraknya dan terus melakukan interaksi positif. Berikut ini skema interaksi dalam jejaring komunitas UKM:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbKBBaTaC1owk3sdczdpMb6MlPJU40H-CjKCxHAwsMwPcSX7A6oO18FJMcWJB1ChpjrF6PkI0YUbE1_Thm7pc78RYD3OAtPY2TQgz4eP4_AVhlBjBDGPAX9ybJhSmKKE2VaxghfTKpCP8/s400/a2.JPG
 Skema Interaksi Antar UKM 

Dalam jejaring komunitas UKM harus terus terdapat:
1.      berbagi gagasan
2.      dialog terbuka
3.      berbagi pengalaman
4.      berbagi pengetahuan
5.      networking
6.      toleran,serta
7.      saling bersinergi.



Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong terciptanya produk-produk baru, mendorong inovasi, memupuk semangat kebersamaan serta terus mengembangkan skill dalam melakukan peningkatan kualitas produk agar mampu bersaing. Dengan adanya skema interaksi tersebut, UKM-UKM dalam jejaring komunitas akan dapat terus berkembang secara optimal. Secara berkesinambungan diperlukan peran triple helix untuk mendukung perkembangan UKM tersebut. 
1.      Peran Pemerintah Pusat 
Pemerintah Pusat mempunyai peranan penting dalam mengembangkan dan mengoptimalkan potensi produk unggulan lokal daerah di wilayah Indonesia melalui pembuatan regulasi untuk menerapakan konsep One Villagge Product ( OVOP ) beserta petunjuk teknis dan pelaksanaan konsep OVOP agar dapat diimplikasikan disetiap daerah di Indonesia agar mampu mengembangkan perekonomian daerah.

2.      Peran Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota)
Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) mempunyai peran yang penting dalam membangun potensi produk unggulan lokal di daerahnya. Berkaca dari pengalaman yang telah dilakukan oleh negara Jepang, pemerintah harus mampu menjadi penggerak dilaksanakannya konsep One Village One Product (OVOP) di setiap desa daerahnya yang mempunyai produk unggulan. Regulasi untuk menerapkan OVOP yang telah digulirkan di tingkat pusat, harus memiliki turunan petunjuk pelaksanaan bagi daerah sehingga daerah dapat mengimplementasikan OVOP dengan efektif.
Bagi Pemda sendiri, disini harus mampu memanfaatkan semua potensi yang ada di daerahnya masing-masing melalui langkah-langkah berikut:


a)      Melakukan koordinasi dengan aparat sampai tingkat bawah (desa) untuk mendiskusikan konsep OVOP.
b)      Pejabat berwenang langsung turun lapangan untuk memberikan pemahaman mengenai konsep OVOP kepada masyarakat setempat.  
c)      Memanfaatkan media massa khususnya TV untuk membangkitkan pelaksanaan OVOP.
d)     Pemda mempersiapkan berbagai lembaga kajian dan laboratorium untuk mendukung upaya promosi produk yang khas desa. Dalam tahap inilah produk unggulan desa dikaji bersama para pakar untuk menetapkan fokus pengembangan produk yang ada di desa.
e)      Membentuk pondok belajar (pusat latihan) di beberapa tempat untuk menghasilkan local leader/intelektual yang menjadi pelopor dan penggerak OVOP di desa. Produk unggulan desa yang telah dijadikan fokus disini terus didalami agar semakin dapat memunculkan citra daerahnya.
f)       Pemda berusaha memperkenalkan dan menginformasikan produk-produk khas desa kepada masyarakat di dalam dan luar wilayah
g)      Pemda memberikan penghargaan terhadap orang atau kelompok yang berusaha sukses melaksanakan OVOP.

Dalam pengembangan UKM dengan konsep OVOP di perlukan penanganan industri secara mendalam, antara lain mulai dari pemetaan masalah, pembangunan infrastruktur, memperkuat jaringan akses pendanaan sehingga melakukan inovasi untuk mengembangkan produktivitas. Hanya diharapkan penerapan sistem industri kluster sangat tergantung kepada efektivitas hubungan kerja sama pemerintah pusat, daerah dan dunia usaha. Tanpa kerja sama dan komitmen yang tinggi, pengembangan industri nasional akan berhenti.



3.      Peran Swasta
Peran swasta disini adalah sebagai pihak pemacu gerak UKM agar bertumbuh dan berkembang dan mampu menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing sehingga produk lokal Indonesia siap menghadapi persaingan bebas ASEAN-China 2010. Pihak swasta yang terlibat disini diantaranya adalah seperti diantaranya:
a)      Investor, disini berperan sangat penting dalam meningkatkan skala usaha melalui aliran pendanaan yang diberikan kepada UKM yang menerapkan konsep OVOP.
b)      Distributor, disini berperan dalam hal penyaluran produk-produk hasil UKM untuk dapat dipasarkan ke area yang lebih luas. Dengan adanya kerjasama dengan pihak distributor besar, maka produk UKM akan lebih mudah disebar di pasar yang luas dan akan mudah dikenal secara global.
c)      Supplier, disini supplier adalah pihak yang telah bergerak dalam penyediaan bahan baku tertentu dalam jumlah besar. Dengan bekerjasama dengan supplier, UKM dapat memperoleh bahan baku yang dibutuhkan dengan harga yang dapat ditekan sehingga dari segi harga produk nantinya dapat lebih bersaing lagi. Selain itu, sektor swasta juga dapat memiliki peran pembinaan kepada UKM mengenai strategi-strategi pengembangan usaha.

Disini swasta sekaligus menjalankan fungsi corporate sosial responsibility (CSR) perusahaan. Dengan adanya kekuatan swasta yang mendukung UKM ini, maka nantinya produk yang dihasilkan UKM dipacu untuk dapat meningkatkan kualitas juga kuantitas sehingga siap menghadapi Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-China 2010.



4.      Peran Intelektual
Dalam menerapkan One Village One Product (OVOP), perkembangannya tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek namun membutuhkan waktu yang lama dan prosesnya secara bertahap. Untuk melakukan berbagai program pendukung One Village One Product (OVOP), landasan utamanya harus human capital. Agar human capital ini terus berkelanjutan aktor utama yang terlibat adalah intelektual, yaitu pendidik, peneliti, penulis, pelopor di daerah, serta tokoh di bidang entrepreneurship. Cara-cara konkrit yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan potensi-potensi UKM daerah dan mengadakan riset mengenai pengembangan sektor-sektor produk potensi lokal agar bisa terus berinovasi dan bersaing di pasar asing. Para intelektual inilah pihak yang dianggap memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas mengenai pengambangan suatu produk yang dimiliki daerah masing-masing, dan juga tentang perkembangan persaingan usaha. Sehingga dengan keterlibatan kaum intelektual, maka UKM dapat mempunyai strategi persaingan yang tepat untuk dapat menghadapi Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-China 2010.
Dalam rangka kampanye OVOP tiga hal yang diperlukan, yaitu selain fulfilling desa-desa yang potensial sekaligus penduduknya; menyeleksi produk-produk competitive yang berasal dari bahan-bahan lokal dengan menggunakan kearifan lokal dan keterampilan keterampilan yang unik untuk menghasilkan produk-produk asli, unik dan bernilai yang ditujukan untuk pasar domestik maupun global serta asli juga termasuk komitmen dan campur tangan pemerintahan lokal dan pusat. Efektivitas dan keberhasilan pelaksanaan OVOP tidak lepas dari 6 kunci sukses pelaksanaannya, yaitu: kesadaran dan pemahaman SDM tentang OVOP, menggali potensi yang tersembunyi dari masing-masing desa/wilayah. Selain memperhatikan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, melanjutkan percobaan-percobaan dan usaha-usaha yang terus-menerus, membangun pasar dan saluran distribusi serta pembinaan bakat dan kreativitas SDM, juga merupakan beberapa kunci sukses penerapan program OVOP. 
Berikut ini gambaran peran triple helix dalam pelaksanaan One Village One Product (OVOP): 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv1nwG8nzNA2lHia6Bc70r0mcjpaVVYiEbhLXIFs-_upj1buzBStrAzn2GB_h1FostprHy5634mfbtwz1wldTAhoYZZmBnNcr8TOyfWwSszvUBZS32lvmiGNTDfCO_UQYKX1lF3ySgAw8/s400/a1.JPG

Peran Triple Helix Dalam Implementasi One Village One Product (OVOP




Pendekatan Endogenus & Gross National Satisfaction (GNS)

Sejatinya Gerakan One Village One Product adalah upaya mereduksi jurang pemisah kegiatan pembangunan di kota dan pedesaan dengan mengembangkan ekonomi rakyat berbasis potensi lokal. Gubernur Hiramatsu mengamati betapa daya tarik pembangunan di perkotaan menjadi magnet penarik bagi penduduk perdesaan sehingga desa menjadi sepi dan kehilangan vitalitas kegiatan ekonomi. Ia kemudian berupaya menghidupkan kembali vitalitas kehidupan perdesaan lewat kegiatan ekonomi yang sesuai skala dan ukuran perdesaan tanpa ketergantungan tinggi terhadap pemerintah.
Pendapatan perkapita Prefektur Oita saat itu sangat rendah, gap pendapatan perkapita antara Tokyo dan Oita sangat lebar. Upaya meningkatkan pendapatan penduduk dan membangkitkan tingkat keyakinannya inilah disebut masyarakat berorientasi Gross National Product (GNP). Pada saat yang sama Gubernur Hiramatsu berusaha mewujudkan masyarakat dimana orang-orang tua merasa nyaman, kaum muda dapat mengekspresikan pentingnya posisi mereka, dan secara umum rakyat dapat menghasiikan kekhasannya termasuk di dalamnya masalah budaya dan wisata sampai di pedesaan. Inilah disebut masyarakat yang berorientasi pada kepuasan, Gross National Satisfaction (GNS).
Gagasan yang timbul kemudian adalah kombinasi antara pemahaman dan pemilihan potensi produk daerah berikut karakter sosial ekonomi masyarakat di satu sisi dengan komitmen dan keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam menyediakan produk unggulan guna keperluan pasar domestik dan global.  Aktivitas pembangunan yang dilakukan kemudian lebih menggunakan pendekatan endogenus melalui pemanfaatan potensi sumberdaya lokal (ekonomi, budaya dan spiritual) secara penuh.
Kegiatan pengembangan yang dilakukan tidak dalam porsi besar di seluruh kawasan. Proyek-proyek yang dikembangkan berskala kecil dengan modal serta sumber daya yang terbatas. Masyarakat mengembangkan daerahnya melalui pengembangan industri semi-sekunder yang diantaranya menghasilkan makanan olahan dan berbagai produk lainnya yang secara umum sebagai hasi olahan produk pertanian (produk industri primer). lnilah merupakan semangat Gerakan “One Village One Product”.  Melalui cara ini, slogan yang digunakan di Prefektur Oita: “Concurrent Advancement of Both Agriculture and Industry” menjadi sangat relevan. Demi mendorong upaya pembangunan endogenus ini peran Gubernur Hiramatsu sangat sentral dalam menarik industri besar sekelas seperti Nippon Steel Co. Ltd dan Canon Inc. berinvestasi di Prefektur Oita. Industri besar seperti ini dilokalisasi di kota-kota perbatasan atau di kota-kota yang lebih besar sehingga menarik perkembangan pertanian di sekitarnya.
Dengan menunjukkan kesuksesan, upaya ini secara pasti mampu menjadi lokomotif pembangunan yang mantap dan berkelanjutan. Diantara produk-produk yang kemudian terkenal dan Oita seperti donko shiitake (sejenis jamur), kabosu, greenhouse dan japanese barley scotch (sejenis minuman keras).


Gerakan OVOP untuk Produk Perikanan Indonesia

Seperti halnya produk pangan lainnya, produk perikanan dipandang penting untuk mendapatkan sentuhan konsep OVOP guna. Beberapa daerah di Indonesia telah dikenal sebagai penghasil setidaknya satu jenis produk khas berbahan baku ikan. Produk ikan Nilam (Singaparna, Tasikmalaya), Amplang Ikan (Tanah Bumbu-Kalimantan Selatan), olahan telur Torani (Majene, Sulbar), Teri (Maringgai, Lampung), Ikan Pari (Tanjung Jabung Barat, Jambi), Kerupuk Udang (Sindang, lndramayu), Selai Patin (Kampar, Riau), cakalang fufu (Bitung, Sulut) merupakan beberapa contoh produk khas daerah yang dapat dikembangkan. Kunci utama kesuksesan pengembangan OVOP produk perikanan terletak pada pengenalan karakter produk serta motivasi subyek pelaksananya.
Mendukung hal tersebut, Pemerintah baik level pusat maupun lokal diharapkan melakukan intervensi seperti diuraikan secara singkat melalui diagram di bawah ini:

http://www.stp.kkp.go.id/images/stories/diagram.jpg
Tabel merupakan hasil adaptasi dan Materi OVOP Oita, Kementerian Ekonom Perdagangan dan Industri (METI), Jepang (2007)


Sinergitas Kegiatan

Departemen Perindustrian merealisasikan Gerakan OVOP mulai tahun 2008 agar IKM/UKM dapat berkembang dan masuk ke pasaran produk yang Iebih luas. Langkah ini disusun bersama-sama dengan unsur pemerintaha terkait lainnya seperti Departemen Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Deptan, Bappenas, BPPT, Menko Perekonomian, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Depdagri.
Depperin telah memetakan beberapa sentra pengembangan pada 80 kabupaten yang secara infrastruktur lebih siap seperti di di Jawa, Bali, NTB, Sumatera Utara dan Sumatera Barat (Kompas, 270208). Sirup markisa dari Gowa, rumput laut (Sumbawa), batik (Pekalongan), mebel kayu (Sumedang), kerajinan kulit (Magetan), tas (Sidoarjo) adalah beberapa contoh produk dan daerah yang yang telah dipetakan. Dana senilai Rp 58,2 miliar akan dikucurkan terutama untuk peralatan kerja dan peatihan. Syarat produk yang dapat direkomendasikan dalam pengembangan OVOP menyangkut homogenitas produk, lokasi, akses jalan, tata ruang serta komitmen Pemda.
Pengusulan daerah yang berniat mengembangkan OVOP akan dilakukan dengan mekanisme bottom up. Depperin selanjutnya akan menyeleksi lokasi tersebut menggunakan beberapa kriteria seperti keunikan khas budaya dan keaslian lokal/originalitas), mutu dan tampilan produk, potensi pasar yang terbuka di dalam dan di luar negeri serta kontinuitas dan konsistensi produksi yang didukung sumber daya lokal.
Di lingkup ASEAN sendiri, SEAFDEC (South East Asia Fisheries Development Center) tak ketinggalan menginisiasi sebuah proyek “Promotion of One Village, One Fisheries Products (FOVOP) System to Improve the Livelihood for the Fisheries Communities in ASEAN Region” mulai akhir tahun 2007. Proyek berdurasi 2 tahun ini berisi kegiatan-kegiatan sosialisasi dan penyiapan modul OVOP lingkup Negara negara ASEAN. Hal menarik dalam proyek ini adalah outreach (jangkauan) kegiatan yang lebih menitikberatkan peran perempuan dalam pengembangan Gerakan OVOP. Diharapkan proyek ini dapat menjadi inspirasi dalam mengembangkan kemandirian masyaraat pengolah dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya.

Produk daerah

Kenapa Ovop begitu populer di dunia? Karena dengan konsep Ovop ini, dimana  suatu daerah  menetapkan satu produk yang memiliki keunikan untuk dikembangkan sehingga akan memberikan nilai tambah pada produk tersebut. Yang selanjutnya akan memberikan kontribusi pendapatan cukup besar bagi daerah tersebut, karena produknya memiliki keunggulan dan masuk di pasar internasional.
Dalam sepuluh tahun terakhir, Ovop terus dikembangkan hampir seluruh negara di dunia, dan produk-produknya  mendapat  respon  cukup besar  dari buyers di setiap negara. Konsep Ovop sendiri adalah mengutamakan produk unik yang terdapat pada daerah, bahkan produk tersebut menjadi ikon atau lambang daerah tersebut.  Keunikan tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku, pengerjaan, dan proses produksinya. Jadi produk Ovop adalah produk suatu daerah dengan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Karena keunikannya dan proses produksinya yang langka, sehingga akan memberikan nilai tambah produk tersebut. Selanjutnya daerah Ovop menjadi menarik, dan bisa dijadikan tujuan wisata bagi turis asing. Tentu ini menjadi peluang bisnis baru, yang juga akan memberikan kontribusi bagi daerah tersebut. 

Di Indonesia

Ovop di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan terus mendapat bimbingan serta aneka bantuan dari  pemerintah. Hal ini berkaitan demgan produk yang dihasilkan mewakili identitas daerah bahkan negara.  Dimana produk-produknya mencerminkan keunikan suatu daerah atau desa.
Dengan keunggulan yang dimiliki, maka produk tersebut dapat meningkatkan pendaptan bagi daerahnya, melaluji kunjungan turis, membuka lapangan pekerjaan,  dan meningkatkan ketrampilan SDM. Di Indonesia terdapat sekitar 74.000 desa yang memiliki keunikan atau ciri khas. Dimana mayoritas atau sekitar 65% penduduknya masih tergolong miskin, berpendapatan rendah. Dan mayoritas desa-desa tersebut eksis disektor pertanian atau agrikultur. Dengan kultur tersebut, sangat potensial dikembangkan Ovop.
Untuk di Bali khususnya saat ini telah ditetapkan dua desa sebagai pelaksana Ovop yakni  desa Pejaten untuk spesialisasi keramik, dan desa Sulahan (Bangli) spesialisasi anyaman bambu. Bali memang punya ciri khas untuk produk kerajinan, sesuai kreativitas dan inovasi masyarakatnya dengan  berbasis budaya lokal. “Disini  peran desain sangat menentukan, disesuaikan dengan permintaan pasar,” kata  I Made Raka Metra, Direktur Desaign Development Organization. Di Bali industri kerajinan memberikan kontribusi pendpatan daerah cukup besar sekitar 70%. Diharapkan dengan  adanya pengembangan Ovop total ekspor meningkat pesat, tambahnya.

Diantara Negara-Negara Yang Menerapkan Ovop

Asia (Indonesia, Malaysia, China, Laos, Philipina, Myanmar, Kamboja, Singapura, Thailand, Vietnam, Mongolia, Korea, Taiwan, Bangladesh, Timor Leste, Srilangka, Moldova)
Afrika (Mozambiq, Tunisia, Malawi, Madagaskar, Liberia, Kenya, Ethiopia, Ghana, Kingdom of Leshoto)
Amerika (Costarica, Ekuador, Mexico, Bolivia, Chile, Elsavador, Columbia, Peru, Paraguay, Argentina, Venezuela,     Afrika Selatan, Brazil)

 Seleksi Program OVOP

Permodalan Nasional Madani menyeleksi 18 desa untuk dikembangkan menjadi program percontohan satu desa satu produk (one village one product/OVOP) yang akan diberi pelatihan dan pendampingan kewirausahaan pada tahun ini.
Program OVOP perlu dikembangkan untuk menambah kapasitas pelaku usaha mikro di daerah dengan menggenjot peningkatan kualitas produk unggulan yang bisa diproduksi oleh suatu desa.
Untuk itu, pengembangan program bagi usaha mikro sebaiknya tidak selalu diberikan dalam bentuk bantuan langsung atau subsidi karena program peningkatan kapasitas lebih diperlukan bagi pelaku usaha mikro untuk mendukung kegiatan bisnisnya agar bisa berkembang secara berkelanjutan.



DAFTAR SENTRA BINAAN OVOP

NO
LOKASI
KOMODITI
FOKUS


1
Kel. Manggis
Keripik Sanjai
Keamanan Pangan dan


Ganting
Balado
Kemasan


Kec. Mandiangin




Kota Bukit Tinggi




Prov. Sumbar








2
Sungai Jawi, Pontianak
Olahan Lidah
Keamanan Pangan dan


Barat,
Buaya
Kemasan Pangan


Siantan Hulu, Pontianak




Utara




Belitung, Pontianak




Selatan




Kota Pontianak




Prov. Kalbar








3
Ds. Bandorasa Wetan
Olahan Ubi
Keamanan Pangan dan


Kec. Cilimus
Jalar (makanan
Kemasan Pangan


Kab. Kuningan
ringan berbasis



Prov. Jawa Barat
ubi jalar) dan




Minuman Jeruk Nipis







4
Kec. Bumiaji,
Olahan Apel
Keamanan Pangan dan


Kec. Batu
(Makanan ringan
Kemasan Pangan


Kota Batu
dan minuman)



Prov. Jatim








5
Malino
Olahan Markisa
Keamanan Pangan dan


Kec. Tinggimoncong
(sirup dan dodol)
Kemasan Pangan


Kab. Gowa




Prov. Sulsel








6
Mojo Tengah
Carica dan
Keamanan Pangan dan


Kalianget
Kentang
Kemasan Pangan


Jarak Sari




Kab. Wonosobo




Prov. Jateng








7
Ds. Ciwidey
Olahan
Keamanan Pangan dan


Kab. Bandung
Strawberry
Kemasan Pangan


Prov. Jabar








8
Kec. Palu Barat
Bawang
Keamanan Pangan dan


Kec. Palu Timur
Goreng
Kemasan Pangan


Kec. Tanantovea




kec. Palu Selatan




Kota Palu




Prov. Sulteng




Ds. Maku,




Kec. Dolo




Kab. Donggala




Prov. Sulteng








9
Ds. 1/9/10 Ulu
Kerupuk Ikan dan
Keamanan Pangan dan


Kota Palembang
Pempek
Kemasan Pangan






1
Ds. Tanjung Karang
Keripik Pisang dan
Keamanan Pangan dan


Barat
Singkong
Kemasan Pangan


Kota Bandar Lampung








1
Ds. Sampalan dan
Tenun
Peningkatan mutu,


Nusa Penida

desain dan promosi/


Kab. Klungkung

pemasaran


Prov. Bali








1
Ds. Halaban
Tenun
Peningkatan mutu,


Kec. Lareh Sago

desain dan promosi/


Kab. Limapuluhkota

pemasaran


Prov. Sumbar








1
Kel. Tuan Kentang
Tenun
Peningkatan mutu,


Kec. Seberang Ulu 1

desain dan promosi/


Kota Palembang

pemasaran


Prov. Sumsel








1
Ds. Klego
Tenun
Peningkatan mutu,


Kec. Pekalongan Timur

desain dan promosi/


Ds. Medono

pemasaran


Kec. Pekalongan Barat




Kota Pekalongan




Prov. Jateng








1
Ds. Muara Penimbang
Tenun
Peningkatan kewirausahaan,


Kec. Indralaya

mutu dan desain


Kab. Ogan Ilir




Prov. Sumsel








1
Ds. Troso
Tenun
Peningkatan kewirausahaan,


Kec. Pecangakan

mutu dan desain


Kab. Jepara




Prov. Jateng








1
Kab. Buleleng
Tenun
Peningkatan kewirausahaan,


Prov. Bali

mutu dan desain






1
Kec. Ngadirojo
Batik
Peningkatan kewirausahaan,


Kab. Pacitan

mutu dan desain


Prov. Jatim








1
Ds. Pakumbulan
Anyaman
Peningkatan


Kec. Pekajangan
Akarwangi
daya saing produk


Kab. Pekalongan




Prov. Jateng








2
Ds. Cepogo
Kerajinan
Peningkatan


Kec. Cepogo
Tembaga
daya saing produk


Kab. Boyolali




Prov. Jateng








2
Ds. Rajapolah
Anyaman
Peningkatan


Kec. Rajapolah

daya saing produk


Kab. Tasikmalaya




Prov. Jabar








2
Kec. Plered
Gerabah /
Peningkatan


Kab. Purwakarta
Keramik
daya saing produk


Prov. Jabar
Hias







2
Ds. Kasongan
Gerabah /
Peningkatan


Kec. Kasihan
Keramik
daya saing produk


Kab. Bantul
Hias



Prov. D.I.Y








2
Ds. Sentolo
Anyaman
Peningkatan


Kab. Kulonprogo

daya saing produk


Prov. D.I.Y








2
Ds. Panglipuran
Kerajinan
Peningkatan


Kab. Bangli
Bambu
daya saing produk


Prov. Bali








2
Ds. Pejaten
Gerabah /
Peningkatan


Kab. Tabanan
Keramik
daya saing produk


Prov. Bali
Hias







2
Ds. Banyumulek
Gerabah /
Peningkatan


Kab. Lombok Barat
Keramik
daya saing produk


Prov. NTB
Hias







2
Kec. Praya Timur
Anyaman Ketak
Peningkatan


Kab. Lombok Tengah

daya saing produk


Prov. NTB








2
Jakarta
Anyaman, Gerabah
Peningkatan pemasaran



Kerajinan Tembaga








Jawa, Sumatera,
Kerajinan
Perluasan lokus OVOP


Kalimantan, Bali,




Nusa Tenggara